BACA JUGA

Pertalite Ron 86 penyebab mesin ambrol !

  Pertalite Ron 86 penyebab mesin ambrol ! Konsekuensi pertama yang harus dirasakan saat menggunakan Pertalite dengan Ron 86 adalah keborosan, ini jangka pendek jangka panjangnya ambrol tu mesin kamu hahaha.. Kenapa hal itu bisa terjadi? kalian perlu ketahui dahulu apa itu manfaat Ron atau Research Octan Number pada pembakaran mesin. Ron 86 merupakan bagian dari bilangan oktan, bilangan octan sendiri merupakan angka yang menunjukkan seberapa besar tekanan yang bisa diberikan sebelum bensin terbakar secara spontan. Pada pembakararn di dalam mesin, campuran udara dan bensin mendapatkan tekanan akibat kinerja dari piston sampai dengan volume yang sangat kecil, yang kemudian dibakar oleh percikan api yang dihasilkan busi. Ron yang biasa digunakan antara lain, 87, 88, 89, 90, 91 dan bahkan ada yang lebih juga. Research Octane Number ? Bilangan oktan bisa ditingkatkan dengan menambahkan zat aditif bensin. Penambahan  tetraetil timbal  (tetraethyl lead atau TEL, Pb(C2H5)4) pada bensin a

3Penyebab Utama Resesi Menurut Bank Dunia

 

3 Penyebab Utama Resesi Menurut Bank Dunia

            Akhir-akhir ini kita sering kali mendapat cuitan berita perihal resesi yang terjadi di berbagai belahan dunia yang baru ini terjadi adalah negara Srilanka. Namun bagiamanakah sebenarnya resiko Indonesia akan bencana resesi tersebut? dalam tulisan ini mari kita bahas bahwa risiko perambatan resesi ke Indonesia bisa terjadi melalui dua jalur.

resesi


 

            Pertama jalur keuangan, kedua non keuangan. Risiko terjadinya resesi di jalur keuangan dan perbankan tidak dapat lepas dari kinerja sektor riil baik investasi maupun ekspor. Pertumbuhan investasi yang terwakili PMTB tercatat terus melambat dalam empat quartal terakhir hingga hanya menyentuh level 5,44 persen per quartal kedua 2022. Dari sisi ekspor, pertumbuhan ekspor masih dalam tren perlambatan yang dimulai sejak tahun 2016. Namun, pertumbuhan ekspor sepanjang semester ke dua 2022 tercatat positif sebesar 35.42 persen (yoy). Akibatnya, neraca perdagangan Indonesia juga masih menorehkan defisit hingga US$ 194,60 pada periode yang sama.

 

Berkaitan dengan resesi Bank Dunia sempat menyampaikan indikasi-indikasi resesi melalui laporannya yang berjudul “Global Economic Risk and Implication for Indonesia” pada 2019.  Namun indikasi tersebut juga digunakan untuk ekonomi secara global.
 

Pertama, gejala resesi yang disebabkan pasar obligasi pemerintah AS. Dalam sejarah resesi di AS umumnya dimulai dengan simtom kurva yield berbalik (inverted yield curve) atas surat utang AS bertenor 2 tahun dan 10 tahun. Artinya, yield obligasi pemerintah AS bertenor jangka panjang (10 tahun) justru lebih kecil dibandingkan yield obligasi jangka pendek (2 tahun).

Kedua, mesin ekonomi di kawasan Uni Eropa menunjukkan tren pelemahan. Pertumbuhan ekonomi Eropa menunjukkan perlambatan dari 1,2 persen (Q1-2019) menjadi 1,1 persen (Q2-2019). Turki sebagai salah satu anggota G20 tidak luput dari serangan resesi ekonomi. Turki dalam dua triwulan berturut-turut mengalami kontraksi pertumbuhan ekonomi dari -2,4 persen (Q1–2019) menjadi -1,5 persen (QII–2010).

 

Begitupun dengan Jerman yang notabene penguasa ekonomi Eropa telah bersiap menghadapi badai resesi yang lebih besar. Menurut Macroeconomic Policy Institute kemungkinan Jerman jatuh dalam jurang resesi mencapai hampir 60 persen. Sektor manufaktur Jerman yang mengandalkan pasar ekspor telah terpapar dampak perang dagang AS – China serta gejolak Brexit. Akibat melemahnya sektor manufaktur Jerman, ekonomi ‘negara mesin’ itu pun terus merosot dari 0,7 persen (Q1–2019) menjadi 0,4 persen (Q2–2019).

 

Ketiga, perang dagang telah berimbas pada kinerja ekonomi China. Pertumbuhan ekonomi China telah menyentuh level terendah dalam tiga dekade terakhir yaitu hanya sebesar 6,2 persen pada kuartal kedua 2019. Output industri China tumbuh terlemah sejak tahun 2002, yaitu hanya naik 4,4 persen (yoy) per Agustus 2019, lebih rendah dibandingkan pertumbuhan Juli 2019 (4,8 persen). Padahal target output industri China dipatok pada level 6 persen. Turunnya output industri China tersebut tidak lepas akibat anjloknya ekspor China ke AS hingga 16 persen (yoy) per Agustus 2019. Dengan kondisi tersebut semakin sulit bagi China untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi di atas level 6 persen.


Komentar