BACA JUGA

Pertalite Ron 86 penyebab mesin ambrol !

  Pertalite Ron 86 penyebab mesin ambrol ! Konsekuensi pertama yang harus dirasakan saat menggunakan Pertalite dengan Ron 86 adalah keborosan, ini jangka pendek jangka panjangnya ambrol tu mesin kamu hahaha.. Kenapa hal itu bisa terjadi? kalian perlu ketahui dahulu apa itu manfaat Ron atau Research Octan Number pada pembakaran mesin. Ron 86 merupakan bagian dari bilangan oktan, bilangan octan sendiri merupakan angka yang menunjukkan seberapa besar tekanan yang bisa diberikan sebelum bensin terbakar secara spontan. Pada pembakararn di dalam mesin, campuran udara dan bensin mendapatkan tekanan akibat kinerja dari piston sampai dengan volume yang sangat kecil, yang kemudian dibakar oleh percikan api yang dihasilkan busi. Ron yang biasa digunakan antara lain, 87, 88, 89, 90, 91 dan bahkan ada yang lebih juga. Research Octane Number ? Bilangan oktan bisa ditingkatkan dengan menambahkan zat aditif bensin. Penambahan  tetraetil timbal  (tetraethyl lead atau TEL, Pb(C2H5)4) pada bensin a

Hubungan Logika dengan Filsafat (Pengertian Logika&Filsafat)

 

Hubungan Logika dengan Filsafat

 

How?

Ilmu sering diartikan sebagai suatu alat untuk mengetahui segala hal yang belum diketahui, baik ia bersifar riil, ataupun abstrak, dengan keyakinan yang berdasar, entah ia sesuai dengan kenyataan ataupun tidak. Adapun logika sering diartikan sebagai suatu cara bernalar secara sistematis, atau tepatnya cara untuk mencari jalan, guna tercapainya ilmu yang benar. Karena kedua hal tersebut tidaklah mungkin dapat dispisahkan, karena keduanya saling melengkapi satu sama lainnya. Jadi logika, ialah jalan untuk mencapai pengetahuan yang benar, dan ilmu yang benar membutuhkan logika.

 

Dalam hidup, panca indra manusia pastilah akan sering terbentur dengan banyak hal, terlebih lagi apa yang belum ia ketahui. Karenanya ia sangatlah memerlukan bantuan dari akal, ilmu, serta cara bernalar yang benar. Sehingga dengan alat tersebut, maka akhirnya sesuatu yang tadinya tidak mungkin diketahui manusia, menjadi bukan lagi sebuah kemustahilan untuk dicapai olehnya. Sehingga sesuatu yang tadinya asing, akan dapat di mengerti dan dipahami dengan segala sifat dan karaktersitiknnya. Lebih jauh lagi, jika dikaitkan dengan disiplin keilmuan lain, maka indentifikasi terhadap karakteristik suatu ilmu pengetahuan, adalah inti pola pemikiran filsafat.

 

Filsafat sendiri tidak dapat didefinisikan secara pasti, karena ia berkaitan dengan masing-masing filsuf yang berkaitan dengannya. Seperti Plato, yang menyatakan filsafat sebagai ilmu yang berusaha meraih sebuah kebenaran yang murni. Adapun menurut Aristoteles, ia adalah suatu ilmu pengetahuan yang berusaha mencari prinsip-prinsip dan penyebab dari adanya suatu realitas. Namun secara singkat kita dapat mendefinisikannya sebagai suatu ilmu pengetahuan yang berusaha memahami hakekat alam, dan realitas, serta membawa manusia untuk menelusuri batas-batas kemanusiaan, dan mengimani batas-batas ketuhanan, yang artinya ia sangat berkaitan dengan rasio dalam menalar dan iman dalam meyakini.

 

Dalam perkembangannya filsafat sering dikatakan sebagai kakak kandung dari logika, maka dari itu ia harus lebih “pintar” dari logika itu sendiri. Hal ini dikarenakan bahwa inti dari filsafat adalah membentuk sebuah pola pikir, bukan sekedar mengisi kepada dengan fakta-fakta. Sehingga kelebihan filsafat itu sendiri dapat dikatakan mampu melengkapi manusia dalam banyak bidang non akademis, bahkan ia juga diplot mampu membawa perubahan kemandirian intelektual, dan dogmatis. Maka dari itu, berfilsafat berarti menyusun dan mempertanyakan keyakinan-keyakinan seseorang dengan menggunakan argumentasi rasional.

Maka jika dikatakan bahwa filsafat merupakan penyempurnaan dari logika, lantas perlu diketahui beberapa faktor minus dari logika yang dilengkapi, atau ditambal oleh filsafat, di antaranya adalah beberapa pandangan berikut:

 

A. Logika sebagai “Instrumentalisme.”

 

Logika di sini dianggap sebagai sebuah sarana atau instrument, sehingga ia dianggap hanya akan menciptakan hal yang sebenarnya. Karena apabila manusia menitik pusatkan alam, maka ia akan memberikan kepastian yang jalas, dan dalam cakupan yang lebih luas. Namun tidak demikian jika pusatnya adalah kehidupan, sebab hidup hanya membawa kepada ketidakpastian. Hal inilah yang setidaknya menurut Joseph S. Wu membedakan antara orang Barat, yang menitik beratkan kepada Alam, dan orang Timur kepada Kehidupan.

 

Pada umumnya, logika dianggap sebagai instrumen untuk membuat intelligen tindakan yang terlibat rekonstruksi situasi problematik. Tindakan tersebut akan melahirkan sebuah proses, yang simbolisasi dan proposional. Proposisi-proposisi ini pada umumnya merupakan alat-alat logis, yang merupakan serangkaian keputusan yang diambil. Dan karena instrumen tersebut adalah berupa ide, maka kebenaran ataupun nilainya ditentukan seperti menentukan kebaikan sebuah alat, dengan cara menggunakannya dalam praktek, ataupun dalam memecahkan masalah. Artinya tingkat kebenaran alat tersebut akan ditentukan dengan bagaimana keadaan, dan hasil darinya ketika ia digunakan dalam sebuah praktek dalam memecahkan permasalahan.

 

B. Logika sebagai “Formalisme.”

 

Anggapan bahwa dengan mengikuti hukum-hukum pikir maka seseorang dapat mencapai sebuah kebenaran. Sehingga kontradiksi antara suatu komitmen pada aturan-aturan secara mekanis dapat diterapkan sebagai suatu bentuk penyelesaian perselisihan yang tepat.47 Artinya logika diplot sebagai sebuah track yang harus dilalui dalam menyelesaikan sebuah probelmatika, karena ia bersifat skematis, dan teratur.

Dalam perkembangannya, sketimatisme logika, keterlibatan, dan keterarurannya yang dipegang secara teguh tanpa kompromi, mendapatkan sentilah cukup kerat dari beberapa tokoh filsafat, salah satunya Jascues Derrida. Ia menawarkan sebuah paradigma dekonstruksi untuk konstruksi-konstruksi yang beku yang akan berakibat pada kematian inspirasi-inspirasi yang lahir dari batin yang telah mati sebagai akibat dari formalisme ini.48 Baginya, manusa tidak bisa selamanya untuk tunduk sepenuhnya pada rasionya, namun ada batasannya saat di mana ia harus mempertimbangkan bisikan batinnya.

 

C. Logika sebagai “Universalisme.”

 

Keyakinan yang mengatakan bahwa pengetahuan yang merupakan hasil dari pekerjaan logika bisa mencapai derajat kebenaran universal (kehidupan universal). Hal inilah yang dikenal dalam istilah John Stuart Mill sebagai Universal Postulates of All Reasoning.49 Ia mejadi hukum dasar logika, untuk mencapai hal inilah mengapa dalam silogisme Aristoteles, sebuah proposisi yang bersifat universal selalu didahulukan sebelum menyebutkan hal-hal yang bersifat khusus.50 Maka dari itu walaupun logika bersifat universal namun ia mengandung implikasi parsial yang kesemuanya akan mengantarkan kepada adanya keterbatasan manusia.51

 

Pemahaman bahwa pengetahuan produk logika bersifat universal, telah mendapat kritikan yang tidak ringan. Kant salah satunya, ia melihat logika tidak mungkin untuk dapat digunakan dalam semua lini kehidupan manusia. Ia juga mencontohkan bahwa untuk menilai sebuah tingkat keindahan yang menimbulkan kesenangan ataupun kenikmatan tidak mungkin dilakukan dengan logika. Keindahan menurutnya bukanlah sebuah konsep penilaian mengenai sebuah obyek, dan penilaian terhadap rasa bukan pula suatu hal yang kognitif, ia bersifat personal, subyektif, dan tidak rasional.52 Sehingga perasaan individu manusia tidak logis pun memiliki universalitas penilaian, khususnya dalam bidang yang bersifat apriori.

 

D. Logika sebagai “Saintisme”

 

Suatu anggapan yang mengatakan bahwa suatu pengetahuan yang ada pada derajat keilmiahan tertinggi adalah sains. Adapun posisi logika merupakan alat control, dan baca ilmu pengetahuan, namun ia tidak sepenuhnya mutlak sebagai dasar dari sains yang ada. Dalam pandangan ini filsafat, dinilai menolak untuk menerima apapun yang tidak bisa diketahui secara jelas, dan terpilah-pilah.53 Sehingga suatu ilmu pengetahuan haruslah merupakan suatu hal yang diafirmasi oleh bukti-bukti yang nyata, dan dapat dipertanggung jawabkan secara rasional.

Dari pembahasan tersebut dapat disimpulkan bahwasanya peran filsafat adalah memeriksa prinsip-prinsip yang digunakan oleh para pemikir dalam mengolah data, analisis, dan pengambilan kesimpulan teoritis dari sebuah penelitian.54 Dengan kata lain, filsafat menilai proses kerja, dan logika internal dalam dunia penelitian saintifik.55 Selain itu, ia juga memungkinkan uttuk memeriksa efek-efek dari suatu ilmu pengetahuan dan dampaknya terhadap eksistensi kehidupan manusia.

Komentar