Nalar
Ilmiah Bernama Logika
|
Logika Manusia |
Manusia fitrahnya berkemampuan menalar, yaitu
mampu untuk berpikir secara logis dan analistis, dan diakhiri dengan
kesimpulan.4 Kemampuan ini berkembang karena didukung bahasa sebagai sarana
komunikasi verbalnya,5 sehingga hal-hal yang sifatnya abstrak sekalipun mampu
mereka kembangkan, hingga akhirnya sampai pada tingkatan yang dapat dipahami
dengan mudah. Karena hal inilah mengapa dalam istilah Aristoteles manusia ia
sebut sebagai animal rationale.6 Oleh sebab itu seorang Cendekiawan
seharusnya bekerja secara sistematis, berfikir, dan berlogika serta menghindari
diri dari subyektifitas pertimbangannya, meskipun hal ini tidak mutlak.
Ketidakpuasan
atas keilmuan yang dibangun diatas pemikiran awam terus mendorong berbagai
disiplin keilmuan, salah satunya adalah filsafat. Filsafat mengurai kembali
semua asumsi tersebut guna mendapatkan sebuah pengetahuan yang hakiki.7 Setiap
kepala memiliki pemikirannya masing-masing, begitu pula dengan para ilmuan,
setiap individu merujuk pada filsatat yang sama, yaitu penggunaan metode Ilmiah
dalam menyelesaikan sebuah problematika keilmuan yang mereka hadapi.8 Karena
penggunaan metode ilmiah dalam sebuah wacana keilmuan dapat meringankan ilmuan
dan pengikutnya dalam melacak kebenaran wacana mereka tersebut. Sehigga
akhirnya lahirlah sebuah asumsi bahwa dalam pengetahuan ilmiah semua kebenaran
dapat dipertanggung jawabkan, meskipun hanya atas nama logika. Karena pada
hakekatnya setiap kebenaran ilmiah selalu diperkuat dengan adanya bukti-bukti
empiris maupun indrawi yang mengikutinya. Sehingga dalam proses berfikir ilmiah
ataupun sebuah pencapaian pemahaman final perlu ditopang dengan logika.
Disebut logika
bilamana ia secara luas dapat definisikan sebagai pengkajian untuk berpikir
secara benar, yang bermuara pada kesimpulan yang benar.10 Penarikan kesimpulan
dalam berpikir ilmiah dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan logika
deduktif dan logika induktif. Selain itu bahasa sebagai sarana berpikir ilmiah
juga sangat berperan penting dalam melakukan kegiatan berpikir ilmiah. Karena
bahasa merupakan alat komunikasi verbal yang dipakai dalam seluruh proses
berpikir ilmiah serta media untuk menyampaikan jalan pikiran tersebut kepada
orang lain. Tanpa bahasa maka manusia tidak akan dapat berpikir secara rumit
dan abstrak seperti apa yang kita lakukan dalam kegiatan ilmiah.
Karenanya, guna mendukung dan mengembangkan
wacana keilmuan yang selama ini telah berjalan, maka diperlukan sebuah master
plan yang mumpuni. Rencana tersebut haruslah di dalamnya mengandung
langkah-langkah baik logika teoritis, skematis, maupun implementasi, serta
pelaksanaannya. Ia meliputi: persiapan gambaran metodologi yang akan digunakan,
yang diikuti diskursus komprehensif dalam bidang tersebut, kemudian
mengkolaborasikannya dengan wacana keilmuan lain,11 sehingga didapati sebuah
sistem berfikir yang dapat disambut oleh semua belah pihak. Yang kesemuanya
akan kembali bermuara pada proses pembelajaran terutama dalam wacana keilmuan.
Logika sendiri menurut Aristoteles tidak lepas
dari istilah silogistik. Ia merupakan sebuah penjelasan yang dalam prosesnya
mengandung unsur “abstraksi/premis mayor” dan “difinisi/premis minor” keduanya
diperlukan untuk membangun sebuah konsep yang benar sebelum melangkah menjadi
proposisi, proposisi inilah yang akhirnya akan bermuara pada kesimpulan.13 Hal
ini dikarenakan pengetahuan yang dikumpulkan oleh manusia bukan hanya sebuah
kumpulan koleksi semata, namun ia merupakan kompilasi dari berbagai macam
esensi dari fakta-fakta tersebut.
Penalaran dalam fungsinya sebagai kegiatan
berfikir tentunya memiliki karakteristik atau ciri-ciri tertentu. Pertama,
adanya pola berfikir yang secara luas (logis), hal inilah yang sering disebut
sebagai logika. Selanjutnya dapat dikatakan bahwa setiap usaha penalaran
mempunyai logikanya tersendiri karena ia merupakan sebuah proses berfikir.15
Sehingga Berfikir secara logis dapat dimaknai sebagai suatu pola, dan ketentuan
tertentu yang digunakan dalam proses berfikir. Maka dari itu sebuah kerangka
logika dalam satu hal tertentu sangat mungkin dianggap tidak logis jika
ditinjau dari kerangka lainnya. Hal inilah yang menimbulkan adanya
ketidakkonsistenan dalam menggunakan pola pikir, yang akhirnya melahirkan
beberapa motode pendekatan yang bermacam-macam. Kedua, penalaran harus
bersifat analistik, dengan maksud ia merupakan pencerminan dari suatu proses
berfikir yang bersandar pada suatu analisa dan kerangka berfikir tertentu,
dengan logika sebagai pijakannya. Secara sederhananya poin kedua ini merupakan
sebuah proses menganalisa denga n logika ilmiah sebagai pijakannya. Yang mana
analisa sendiri adalah suatu kegiatan berfikir dengan langkah-langkah yang
tertentu. Sehingga kegiatan berfikir tidak semuanya berlandaskan pada
penalaran. Maka dari itu berfikir dapat dibedakan mana yang menggunakan dasar logika
dan analisa, serta mana yang tanpa menggunakan penalaran seperti menggunakan
perasaan, intuisi, ataupun hal lainnya. Karena hal-hal tersebut bersifat
non-analistik, yang tidak mendasarkan diri pada suatu pola berfikir tertentu.
Pengetahuan selalu berkembang dengan
ukuran-ukuran yang konkrit, model, dan metodologi, serta observasi. Hingga
dalam perkembangannya model dan cara berfikir yang dianggap kuno telah
memperoleh gugatan. Hal ini dikarenakan, tidak semua ilmu pengetahuan dapat
didekati dengan cara yang sama. Sehingga ditemukannya metode berfikir ilmiah,
secara langsung telah membawa terjadinya perkembangan dalam ilmu pengetahuan.
Manusia bukan saja hidup dalam kondisi modernisasi yang serba mudah dan
praktis. Lebih dari itu, kini manusia mampu menggapai sesuatu yang sebelumnya
seolah tidak mungkin. Manusia tidak lagi diam, atas apa yang terjadi, sebagai
akibat dari perkembangan logika manusia.
Satu hal dalam
logika penalaran, yang menjadi pertimbangan adalah pernyataan-pernyataan yang
ada sebelumnya. Masing-masing hanya dapat bernilai salah atau benar namun tidak
keduanya. Hal inilah yang sebelumnya disebut sebagai proposisi. Proposisi yang
telah dihimpun ini nantinya akan dapat dievaluasi dengan beberapa cara,
seperti: deduksi, dan induksi. Maka dari itu, poin pembahasan yang relevan
dengan topik wacana kali ini, adalah metode induksi dan deduksi. Yang secara
singkat jika metode induksi diartikan sebagai salah satu cara untuk menarik
kesimpulan yang umum digunakan oleh para ilmuwan. Maka metode deduksi adalah
kebalikan dari metode induksi, karena ia menarik kesimpulan kepada yang lebih
khusus, dan terperinci.
Komentar
Posting Komentar